Cari Blog Ini

Selasa, 08 Maret 2011

Pengaruh Penggosokan Benih Pada Karet

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet termasuk famili Euphorbiaceae atau tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (lateks) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Tanaman ini berasal dari lembah Amazone. Karet liar atau semiliar masih ditemukan di bagian utama benua Amerika Selatan, mulai dari Brazil hingga Venezuela dan dari Kolombia hingga Peru dan Bolivia (Syamsulbahri,1996).
Tanaman unggul hasil okulasi umumnya dihasilkan dari pengelolaan intensif kebun entres. Bahan tanaman ini umumnya sangat mahal bagi kebanyakan petani dan juga tidak tersedia di lokasi petani, walaupun harganya terjangkau. Beberapa petani di Desa Lubuk Bandung di Sumatera Selatan, setelah mengetahui keuntungan yang di dapat dari tanaman klon dan cara mengokulasi, mengembangkan sendiri teknik okulasi langsung. Teknik ini lebih murah dibandingkan dengan membeli okulasi mata tidur meskipun tenaga okulator harus didatangkan dan mempunyai keuntungan ekologis sebagaimana yang diterangkan oleh petani selama wawancara pengetahuan lokal dengan menggunakan metode KBS (Knowledge-Based-System). Dibandingkan dengan okulasi tanaman di pembibitan, okulasi langsung dapat menghasilkan tanaman. Hal – hal penting yang harus diperhatikan untuk memperbaiki keberhasilan okulasi langsung (http://www.icraf.org, 2008).
Sistem perkebunan karet muncul pada abad ke-19. Akan tetapi sistem perkebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19, ketika
permintaan menuntut perluasan sumber penawaran. Sistem ini diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh – tumbuhan di Inggris. Pada tahun 1870 tanaman karet berkembang baik di Jawa dan Burma, akan tetapi tanaman ini memakan waktu antara penanaman dengan masa produksi (James, 1989).
Setelah tanaman karet berhasil di sadap dengan berbagai cara, akhirnya ditemukan cara penyadapan yang lebih baik dibandingkan dengan cara penyadapan yang kasar seperti yang dikerjakan di Brazil. Hal ini membuktikan bahwa tanaman karetlebih baik dan lebih unggul dibandingkan dengan tanaman lainnya yang pada saat itu menjadi sumber bahan karet (Setyamidjaja, 1993).
Pembibitan karet rakyat di Rahmah dilakukan dengan cara perkawinan silang antara bibit lokal dengan bibit karet unggul. Usaha pembibitan itu dilakukan dengan terlebih dahulu menebar biji karet lokal dan karet unggul. Setelah 2 jenis tanaman karet itu berusia 8 bulan, okulasi pun dilakukan. Tunas bibit unggul dikawinkan dengan batang bagian bawah karet lokal (http://bptp-jambi@litbang.deptan.go.id, 2008).


TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Polhamus (1962), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sudivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brassiliensis Muell Arg.
Sistem perakaran tanaman karet padat /kompak, akar tunggangnya dapat menghujan tanah hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 meter. Akar kuat dan sulit dicabut (Syamsulbahri, 1996).
Batang tanaman karet memiliki zat kayu, dimana tinggi daripada tanaman
karet dapat mencapai ± 15 meter, dimana pada umumnya tanaman karet yang sudah terlalu tinggi dirundukkan. Diameter batang tanaman karet dapat mencapai 33 cm dimana batang tersebut berwarna cokelat (Setiawan dan Andoko, 2000).
Daun karet berwarna hijau. Daun ini ditopang oleh tangkai daun uatama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama antara 3-20 cm, sedangkan tangkai anak daunnya antara 3-10 cm. Pada setiap helai daun karet biasanya terdapat 3 helai anak daun. Pada ujung anak daun terdapat kelenjar. Pada musim kamarau daun menjadi kuning atau kemerahan (Setiawan, 2000).

Bunga karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya 3, kadang-kadang sampai 6 ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah telah masak, maka buah tersebut akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan terjadi dengan kuat menurut ruangruangnya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pembiakan tanaman karet secara alami. Biji-biji yang terlontar kadang-kadang sampai jauh dan akan tumbuh pada lingkungan yang mendung (Djikman, 1989).
Buah karet beruang 3 dan jarang ada yng beruang 4 atau 6. Diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3, 4 dan 6 inci. Berkatup 2, perikarp berbatok dan endokarp berpayung (Sianturi,2001).
Biji karet besar dan bulat terletak pada satu atau dua sisinya yang berkilat, berwarna cokelat muda dengan noda-noda cokelat tua yang panjangnya 2-3,5 cm dan lebarnya antara 1,5-3 cm dan memiliki tebal antara 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).

Syarat Tumbuh
Iklim
Daerah yang cocok untuk penanaman kaet adalah pada zona 15ºLS-15ºLU,
bila tanaman berada diluar zona tersebut pertumbuhannya agak lambat sehingga memulai produksi pun lebih lambat. Curah hujan yang cocok untuk tanaman karet adalah tidak kurang dari 2000 mm, otimumnya antara 2500-4000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Tanaman karet dapat tumbuh optimal yaitu pada ketinggian 200 m dpl. Ketinggian lebih dari 600 m dpl tidak cocok lagi untuk ditanaman karet (Setyamidjaja, 1993).

Kebanyakan perkebunan karet di usahakan pada kawasan dengan letak lintang 15ºLS-15ºLU. Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Sekalipun demikian, pada umumnya produksi maksimum lateks dapat tercapai apabila ditanam pada lokasi yang semakin mendekati garis khatulistiwa (Syamsulbahri, 1996).
Suhu harian yang dinginkan tanaman karet adalah antara 25-30ºC. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 6-700 m dpl. Selain itu, tanaman karet menyenangi curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-2500 mm / tahun. Kebutuhan sinar matahari juga cukup tinggi, dalam sehari memerlukan 5-7 jam dengan intensitas yang cukup (Setiawan, 2000).

Tanah

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah baik pada tanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisik yang cukup baik, tertutama dari segi tekstur, struktur, solum, kedalaman air tanah dan drainasenya. Akan tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah-tanah aluvial umumnya cukup besar, tapi sifat fisiknya terutama aerase drainasenya kurang baik. Pembuatan saluran-saluran drainase akan menolong perbaikan tanah ini (Polthamus, 1982).
Tanah yang dikehendakiadalah bersolum dalam, jarak lapisan lebih dari 1m, permukaan air rendah yaitu ± 1m. Sangat toleran terhadap keasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8-8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).

Tanah bekas hutan merupakan areal pengembangan tanaman karet yang potensial dalam upaya meningkatkan ekspor karet, penanaman karet di lahan bekas hutan perlu disertai dengan teknologi yang tepat, khususnya penanaman karet di polybag guna menjaga kebersihan pada saat penanaman (http://www.puslitan deptan.go.id,2008).

Media Tanam
Lahan pembibitan tanaman karet dipilih yang datar, bebas dari jamur akar putih, jangan bekas niatan (bekas tanaman yang mati), dekat sumber air, tidak tergenang, tidak terdapat lapisan padas, drainase baik dan permukaan air tanah tidak kurang dari kedalaman 1 meter (Sianturi, 2001).
Bahan organik penting artinya bagi kesubutan tanah. Peranannya yang terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia, biologis dan dapat membuat unsur hara dari bentuk tersedia menjadi bentuk yang lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman (Hasibuan, 2006).
Partikel-partikel pasir yang ukurannya jauh lebih besar dan memiliki permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan debu dan liat. Oleh karena itu peranannya dalam mengatur sifat-sifat kimia tanah adalah kecil, maka fungsi utamanya adalah untuk perbaikan sifat-sifat tanah. Semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, semakin banyak pori-pori diantara partikel tanah dan hal ini dapat memperlancar gerakan udara/air (Hartman dkk, 1981).
Lumut spagnum merupakan media terbaik untuk menyemaikan bahan tanaman stump mata tidur yang akan dikirim sampai saat ini, namun lumut tersebut hanya dapat dijumpai di daratan tinggi oleh karena itu dapat juga diganti dengan media yang lebih efektif (Erlan, 2004).

Penggosokan Benih
Benih rekalsitran adalah sifat benih cepat menurun viabilitasnya dan menurunkan kadar air yang tinggi (20-50%). Sedangkan benih orthodok adalah sifat benih yang dapat disimpan lama (tidak cepat menurun viabilitasnya) pada kondisi air benih yang rendah (4-8%) dalam penyimpanan, karet merupakan benih rekalsitran (http://www.Indonesianforest.com, 2010).
Kulit benih menjadi penghalang masuknya air dan gas kedalam benih dalam perkecambahan. Selain itu, kulit benih menjadi penghalang manculnya kecambah pada proses perkecambahan. Dormansi ini dapat dipatahkan dengan memberi perlakuan terhadap kulit benih seperti pelukaan dan penggosokan benih (Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Salah satu cara untuk memecah dormansi adalah dengan skarifikasi yang mencakup cara-cara seperti mengikat atau menggosok biji dengan kertas amplas. Dimana semuanya bertujuan untuk memecah kulit biji yang keras, sehingga benih akan berkecambah (Walujono dan Kartowardojo, 1990).
Pemecahan dormansi atau kulit biji biasa dinamakan dengan skarifikasi atau penggoresan itu dilakukan dengan menggunakan pisau, kikir dan kertas amplas (Lakitan, 2003).
Dipandang dari segi ekonomisnya terdapat keadaan dormansi pada benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat dipersingkat. Perlakuan mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji bauk terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji. Skarifikasi
mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memilki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeable terhadap air atau gas (Sutopo, 1993).

Perkecambahan Benih
Sebuah benih dikatakan berkecambah adalah apabila benih tersebut telah menempatkan adanya pertumbuhan akar dan tunas padanya, tanaman yang memiliki biji rekalsitran yaitu biji yang mengandung kadar air yang tinggi dan memiliki daya kecambah dan viabilitas yang tinggi. Akan tetapi, biji karet yang memiliki kecambah yang tinggi dan viabilitas yang tinggi tetapi biji karet memiliki cangkang yang kuat membuat perkecambahan agak sulit karena biji yang tumbuh terhalang cangkang keras (Syamsulbahri, 2004).
Benih karet yang terseleksi dikecambahkan di bedengan tanah berpasir dan ternaungi serta disiram setiap hari. Benih disebar dengan posisi perut kecambah (menghadap media) dan dibenamkan 2/3 bagian kedalam tanah (Lakitan, 2003).
Bibit epigeal adalah bibit dimana kotiledonnya terangkat keatas permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya. Terangkatnya kotiledon ini keatas permukaan tanah disebabkan pertumbuhan dan perpanjangan hipokotil, sedangkan dari ujung kebawah sudah tetambat ketanah dengan akar-akar lateral. Bibit hipogeal adalah bibit dimana kotiledonnya tetapa tinggal dibawah permukaan tanah (di dalam tanah) sewaktu pertumbuhannya. Pada bibit hipogeal, hipokotil
tidak atau hanya sedikit memanjang sehingga kotiledonnya teidak terangkat keatas. Bibit karet merupakan tipe perkecambahan epigeal (Kamil, 1980).
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu dan cahaya. Oksigen dipakai dalam prose oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivitas enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelab. Perkecambahan memerlukan hormon auksin dan hormon ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu ditempat yang gelab kecambah tumbuh lebih panjang dari pada di tempat terang (Syamsulbahri, 2004).
Faktor-faktor penghambat perkecambahan benih dibedakan menjadi dua faktor yaitu dalam dan luar. Faktor dalam terdiri dari tingkat kerusakan benih, ukuran benih, dormansi benih, zat penghambat perkecambahan misalnya NaCl, herbisida, dan lain-lain. Faktor luar yang menghambat perkecambahan benih terdiri atas air, temperatur, cahaya, nutrisi, oksigen dan media tumbuh (Sutopo, 2002).


DAFTAR PUSTAKA

Djikman, M. L., 1989. Havea Thirty Years Of Research in the Kar East. University Of Miami, Florida.

Erlan., 2004. Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Havea brasiliensis Muell Arg.) Klon PB260 di Polybag Akibat Penaruh Media Tanam DanPenyimpanan. STIPS, Bandung.

Hartman, H. T., William, J., Klacker., Anton, M., dan Konfrafrek., 1981. Plant Science. Prentice Hall Inc. Englewood Cliff, New Jersey.

Hasibuan, B.E. 2006. Ilmu Tanah. USU Press. Medan.

http://www.puslitan-deptan.go.id. Karet. 2 Pages. 10 Maret 2008.

http://www.icraf.org/sea/publication/files/leaflet. Karet. 2 Pages. 10 Maret 2008.

http://www.bptp-jambi@litbang.deptan.go.id. Karet. 2 Pages. 10 Maret 2008.

http://www/http.Indonesianforest.com/atlas benih/Penjelasan.htm, diakses tanggal 23 April 2010

James, J. S., 1989. Komoditi Karet. Kanisius, Yogyakarta.

Kamil. 1980. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Jakarta.

Lakitan, B., 2003. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan. Raja Grafindo
Persada; Jakarta.

Polthamus,H. J., 1982. Rubber. Interscience Publisher Inc, Ney York.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Kanisus. Jakarta.

Setiawan, A. I., 2000. Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Kanisius,
Yogyakarta.

Setiawan, D. H., dan Andoko, A., 2000. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumaera Utara
Press, Meda.

Sutopo, L., 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press; Jakarta.

Syamsuri. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam-Tanaman Perkebunan Tahunan.
Universitas Gajah Mada Press, Yogyakrta.


Walujono, K. dan S. Kartowardojo., 1990. Kemungkinan Pengolahan karet
Rumah di Indonesia. Soerangan; Jakarta.
Wirawan, D dan Wahyuni, I. 2002. Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar