Cari Blog Ini

Selasa, 08 Maret 2011

PERUBAHAN IKLIM, EFEKNYA PADA TUMBUHAN DAN PERTANIAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mungkin kita semua merasakan, udara di sekeliling kita semakin panas, bukankah hal itu sudah biasa terjadi di daerah tropis? Mengapa orang sedunia heboh? Bahkan bekas presiden USA Al Gore bersama-sama dengan organisasi IPCC memperoleh Penghargaan Nobel sebagai penyelamat dunia karena telah berkecimpung banyak dalam menangani PERUBAHAN IKLIM GLOBAL. Keduanya dipandang merupakan pejuang perdamaian dengan upayanya yang efektif untuk membangun perdamaian dengan menghindarkan dunia dari bencana lingkungan yang dapat menjadi sumber konflik amat besar dimasa mendatang.
Dengan berubahnya suhu bumi yang dapat dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi ini, maka kejadian tersebut dinamakan sebagai “pemanasan global”. Penjebak gelombang panas tersebut adalah lapisan gas yang berperan seperti dinding kaca atau ‘selimut tebal’, antara lain adalah uap air, gas asam arang atau karbon dioksida (CO2), gas methana (CH4), gas tertawa atau dinitrogen oksida (N2O), perfluorokarbon (PFC), hidrofluorokarbon (HFC) dan sulfurheksfluorida (SF6). Uap air (H2O) sebenarnya juga merupakan GRK yang penting dan pengaruhnya dapat segera dirasakan. Misalnya pada saat menjelang hujan berawan tebal dan kelembaban tinggi, udara terasa panas karena radiasi gelombang-panjang tertahan uap air atau mendung yang menggantung di atmosfer. Namun H2O tidak diperhitungkan sebagai GRK yang efektif dan tidak dipergunakan dalam prediksi perubahan iklim karena keberadaan atau masa hidup (life time) H2O sangat singkat (9.2 hari). Tiga jenis gas yang paling sering disebut sebagai GRK utama adalah CO2, CH4 dan N2O, karena akhir-akhir ini
konsentrasinya di atmospher terus meningkat hingga dua kali lipat (IPCC, 2007). Ketiga jenis GRK tersebut mempunyai masa hidup cukup panjang Tabel 1. Dari ketiga GRK tersebut gas CO2 merupakan gas yang paling pesat laju peningkatnya dan masa hidupnya paling panjang, walaupun kemampuan radiasinya lebih rendah dari pada ke dua gas lainnya.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap tumbuhan dan pertanian


PERUBAHAN IKLIM, EFEKNYA PADA TUMBUHAN DAN PERTANIAN

Iklim
Iklim dalam pengertian sempit biasanya didefinisikan sebagai “ cuaca rata-rata”, atau lebih jelas lagi sebagai penggambaran statistik dalam rata-rata dan variabilitas dari kuantitas yang relevan selama satu perioda waktu berkisar dari bulanan sampai ribuan tahun. Kuantitas ini seringnya berupa variabel permukaan seperti temperatur, curah hujan, dan angin.
Perioda klasiknya adalah 3 dekade, seperti yang didefinisikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO). Iklim dalam pengertian luas adalah keadaan sistem iklim termasuk penggambaran statistiknya.
Sistem iklim adalah sistem yang sangat rumit yang terdiri dari lima komponen utama: atmosfer, hidrosfer, litosfer, permukaan tanah, dan biosfer, dan interaksinya di antara mereka. Sistem iklim berevolusi dalam waktu di bawah pengaruh dinamika internalnya sendiri dan disebabkan oleh kekuatan eksternal seperti letusan gunung berapi, variasi matahari dan forcing yang dipicu oleh manusia seperti berubahnya komposisi atmosfer dan tata guna lahan.
Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia yang mana temperatur dibumi telah naik secara cepat, perubahan iklim juga dipengaruhi oleh aktivitas matahari dan ozon serta kegiatan vulakanik dan sulfat. Namun sejak tahun 1960-an, penyebab
utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas karbon dioksida dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat. Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC), ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu: karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O ), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs). Gas rumah kaca berbeda dengan polutan dari segi jangka waktu dampak. Polutan secara langsung berdampak pada makhluk hidup, sedangkan gas rumah kaca berdampak tidak langsung. Melalui perantara proses di dalam lingkungan biogeokimia, gas-gas rumah kaca baru berdampak pada makhluk hidup dan memiliki life time yang relatif lama.
Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan pemanasan dua kali. Dampak dari gas rumah kaca adalah pemanasan global dan efek rumah kaca. Sedangkan dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim. Naiknya suhu rata-rata bumi adalah salah satu bukti telah terjadi perubahan iklim. Pemanasan global ini pun mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi
karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar intensitasnya.

Perubahan Iklim yang Cepat
Perubahan iklim yang ekstrim bisa mengancam kondisi ketahanan pangan yang sudah mulai goyah beberapa tahun terakhir ini. Jika tidak diantisipasi serta tidak dilakukan upaya mitigasi dan adaftasi secara sungguh-sungguh, perubahan iklim akan membawa dampak sosial, ekonomi, dan politik yang sangat serius bagi Indonesia.
Sektor pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, mengingat pertanian pangan Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah (lahan basah). Dampak langsung pemanasan global yang akan dirasakan oleh sektor pertanian adalah menurunnya produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim dan pola tanam. Hal ini selnjutnya bisa mengancam ketahanan pangan.
Pengalaman kita dengan El Nino dan La Nina tahun 1997-1998 menunjukkan bahwa perubahan iklim yang ekstrim sangat berpengaruh dengan hasil panen di berbagai wilayah Indonesia. Waktu itu Sumatera bagian Selatan dan Utara, Kalimantan, Jawa dan Indonesia bagian Timur mengalami kekeringan yang sangat parah diluar musim kemarau. Musim hujan mundur dari September menjadi November. Kekeringan tersebut berdampak pada 426.000ha tanaman padi dan mengakibatkan gagal panen di sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Timur
dan sejumlah wilayah lumbung padi lainnya. Selain padi, kekeringan juga memukul tanaman kopi, coklat dan karet diberbagai daerah. Adanya kekeringan pada tanaman menyebabkan tanaman memberikan respon yang dapat dilihat dari tiga respon yang diberikan yaitu secara morfologi, biokimia dan fisiologi.
Respon morfologi yang dapat dilihat antara lain pengecilan volume sel yaitu dengan penurunan luas daun, peningkatan rasio akar dengan tajuk. Dapat juga terlihat dari posisi daun yang parallel dengan arah sinar. Dalam keterkaitannya dengan perakaran, genotype tanaman yang tahan kekeringan memiliki sifat:
1.Mampu mengembangkan sistim perakaran pada saat air masih tersedia sebelum tanaman mengalami cekaman kekeringan sehingga tamanan mampu mengekstrak air dari lapisan air yang paling dalam.
2. Memodifikasi sistim perakaran sehingga mampu mengekstrak air dari lapisan air yang paling dalam. Kondisi ini terjadi bila ada cekaman air.
Respon biokemis tanaman yang mengalami cekaman kekeringan yaitu dapat mensintesis senyawa ABA yaitu senyawa yang dapat menyebabkan penutupan stomata. Penutupan stomata yang berhubungan dengan ABA disebabkan karena pengangkutan ion K+ keluar dari sel sehingga tekanan turgor berkurang dan stomata menutup.
Mekanisme fisiologi terhadap cekaman kekeringan dapat diamati dengan adanya akumulasi senyawa-senyawa osmotic diantaranya adalah peningkatan kadar prolin di dalam jaringan tanaman. Prolin berperan sebagai osmoregulator atau dapat menurunkan tekanan osmotic.

Strategi resistensi tumbuhan terhadap kekeringan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:
1.Escape Strategy yaitu kemampuan tumbuhan untuk menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stress kekeringan yang sangat ekstrim. Mekanisme yang biasa dilakukan adalah dengan berbunga dan berbuah lebih awal sehingga pada kondisi yang ekstrim terjadi tanaman telah menghasilkan biji yang sedang dormansi.
2.Avoidance Strategy adalah kemampuan tumbuhan menjaga agar potensial air tubuh tetap tinggi (mendekati nol) atau mempertahankan status air pada kondisi deficit air. Dapat dilakuan dengan mengurangi transfirasi dan meningkatkan absorbsi air. Mengurangi laju transfirasi misalnya dengan penutupan stomata (berasosiasi dengan potensi hasil yang rendah karena asimilasi CO2 akan rendah), bisa juga dengan posisi daun yang parallel dengan arah radiasi, keberadaan rambut daun dan mengurangi permukaan evavorasi dengan mereduksi perkembangan daun atau dengan menggugurkan daun. Sedangkan absorbsi air dapat ditingkatkan dengan peningkatan panjang dan ketebalan akar dan arah ekspansi akar yang mengarah kebawah.
3.Toleran Strategi adalah srategi tanaman yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengaturan tekanan turgor (turgor maintenance) dan toleran protoplasma seperti yang dijumpai pada tanaman kaktus.
Pengaturan tekanan turgor dapat menjadi topic yang menarik, dapat dilakukan dengan osmoregulasi dan cell wall elasticity (elastisitas dinding sel).

Osmoregulasi merupakan penurunan tekanan osmotik akibat dari akumulasi solute sebagai rerpon terhadap cekaman kekeringan.
Perubahan iklim yang cepat memberikan efek pada tumbuhan dan pertanian. Efek tersebut dapat terlihat melalui:
1.Konsentrasi CO2 atmosfir yang meningkat
2.Kenaikan suhu
3.Kekacauan siklus hidrologi
Secara umum terdapat pengaruh positif dan negatif dengan terjadinya peningkatan CO2 di atmosfer, antara lain sebagai berikut:
Efek positif peningkatan CO2:
• Hasil fotosintesis (biomassa) naik sampai batas tertentu (10-30%) Tumbuhan C3 lebih responsif dari pada tumbuhan C4.
• peningkatan suhu tinggi mengakibatkan bukaan stomata mengecil atau jumlah stomata menurun sehingga transpirasi turun akibatnya penggunaan air lebih efisien.
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3.
Tanaman C3 dan C4 dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk
pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi (fotorespirasi adalah respirasi,proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari) . Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar.
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil and G sangat rendah, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi, laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2 Sehingga, dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam hal pemanfaatan CO2 yang berlebihan. Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, dll contoh tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.


Tanaman C3
Dalam fotosintesis C3 berbeda dengan C4,pada C3 karbon dioxida masuk ke siklus calvin secara langsung. Struktur kloroplas pada tanaman C3 homogen. Tanaman C3 mempunyai suatu peran penting dalam metabolisme, tanaman C3 mempunyai kemampuan fotorespirasi yang rendah karena mereka tidak memerlukan energi untuk fiksasi sebelumnya. Tanaman C3 dapat kehilangan 20 % carbon dalam siklus calvin karena radiasi, tanaman ini termasuk salah satu group phylogenik. Konsep dasar reaksi gelap fotosintesis siklus Calvin (C3) adalah sebagai berikut:
CO2 diikat oleh RUDP untuk selanjutnya dirubah menjadi senyawa organik C6 yang tidak stabil yang pada akhirnya dirubah menjadi glukosa dengan menggunakan 18ATP dan 12 NADPH.Siklus ini terjadi dalam kloroplas pada bagian stroma.Untuk menghasilkan satu molekul glukosa diperlukan 6 siklus C3.

Tanaman C4
Tebu (Saccharum officinarum), jagung (Zea mays), dan tumbuhan tertentu lain tidak mengikat karbon dioksida secara langsung. Pada tumbuhan ini senyawa pertama yang terbentuk setelah jangka waktu pelaksanaan fotosintesis yang sangat pendek, bukanlah senyawa 3-C asam fosfogliserat (PGA), melainkan senyawa 4-C asam oksaloasetat (OAA). Metode alternatif fiksasi karbon dioksida untuk fotosintesis ini disebut jalur Hatch-Slack. Tumbuhan yang menggunakan jalur ini disebut tumbuhan C4 atau tumbuhan 4 karbon.
Tanaman CAM
Berbeda dengan gerakan stomata yang lazim, stomata tumbuhan CAM membuka pada malam hari, tetapi menutup pada siang hari. Pada malam hari jika
kondisi udara kurang menguntungkan untuk transpirasi, stomata tumbuhan CAM membuka, karbon dioksida berdifusi ke dalam daun dan diikat oleh sistem PEP karboksilase untuk membentuk OAA dan malat. Malat lalu dipindahkan dari sitoplasma ke vakuola tengah sel-sel mesofil dan di sana asam ini terkumpul dalam jumlah besar. Sepanjang siang hari stomata menutup, karena itu berkuranglah kehilangan airnya, dan malat serta asam organik lain yang terkumpul didekarboksilasi agar ada persediaan karon dioksida yang langsung akan diikat oleh sel melalui daur Calvin.
Efek negatif peningkatan CO2:
• Biomassa lebih besar ke daun daripada hasil bulir
• Kandungan amilosa bulir tinggi, bulir jadi lebih keras bila dimasak
• Konsentrasi unsur mikro besi dan seng lebih rendah sehingga nilai nutritif turun
• Ketersediaan & serapan N, P, K turun sehingga nilai nutritif turun.
Selain efek diatas juga terdapat efek negatif yang lain yang berhubungan dengan suhu minimum, maksimum, suhu malam hari dan suhu musim dingin antara lain sebagai berikut:
pembungaan gagal hasil sehingga pertanian/hortikultura turun
Respirasi gelap meningkat sehingga hasil biomassa turun
Pertumbuhan cepat sehingga masa tumbuh pendek akibatnya hasil turun (serealia 20-30%, umbi 20%)
Evapotranspirasi meningkat sehingga suplai air makin terbatas
Beberapa varietas tumbuhan akan musnah akibat pertanaman bergeser ke altitude/latitude lebih tinggi.



Efek lain Perubahan iklim Pada Tumbuhan/Pertanian
Efek lain dari peruhahan iklim pada tumbuhan/pertanian adalah berhubungan dengan areal pertanian dan curah hujan. Pengaruhnya terhadap areal pertanian adalah sebagai berikut:
• Pertanaman bergeser ke altitude/latitude lebih tinggi
• Hilangnya lahan pertanian dipinggir pantai
• Air salin makin masuk ke darat sehingga merugikan pertanian pertanian
Sedangkan pengaruhnya terhadap curah hujan & frekuensi hujan adalah sebagai berikut:
• Curah & frekuensi meningkat mengakibatkan:
– Erosi
– Pencucian bahan organik/hara dalam tanah
– Produksi tanaman bisa meningkat, tapi pengeringan dan penyimpanan terkendala
– Banjir yang dapat berakibat merusak tanaman/pertanian
• Curah & frekuensi menurun akan mengakibatkan kekeringan.


KESIMPULAN

1.Perubahan iklim yang cepat perubahan iklim yang cepat sulit diikuti tumbuhan utk beradaptasi beradaptasi dan akan berakibat merugikan pertanian secara umum
2.Negara/daerah dengan kondisi iklim/tanah buruk akan paling menderita.




DAFTAR PUSTAKA


Hairiah K dan D Murdyarso, 2004. Alih guna lahan dan neraca karbon terestrial, ICRAF Sea, Bogor.

Hairiah K, S.M. Sitompul, Van Noordwijk M and Palm C, 2001. Carbon stocks of tropical land use systems as part of the global C balance: effects of forest conversion and options for ‘clean development' activities, ICRAF Sea, Bogor.

Holmberg N and L Bullow. 1998. Improving Stress Tolerance by Gene Transfer Trend in Plant Science

Trismidianto, Toni Samiaji. Analisis Estimasi Emisi CO2 , CH4 dan N2O per kapita dan per Wilayah Serta Proyeksinya di Indonesia, LAPAN Bandung

Trismidianto, Toni Samiaji, Eddy Hermawan. Analisis Trend Emisi CO2 , CH4 , N2O di wilayah Indonesia (Studi Kasus Pemakaian Energi 1990-2005), LAPAN Bandung.

Widianto, K Hairiah, D Suhardjito dan M A Sardjono, 2003. Fungsi dan Peran
Agroforestri. ICRAF Sea, Bogor.

1 komentar:

  1. mantab gan,
    ,
    ,
    ,
    ,
    salam semangat
    http://www.kabartebo.top/2015/06/meningkatkan-produksi-karet-waktu.html

    BalasHapus