Cari Blog Ini

Selasa, 08 Maret 2011

Salinitas

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai berasal dari suatu domestikasi di pertengahan timur Cina bagian utara, sekitar abad ke-11 SM. Dari sana kedelai tersebar ke Mancuria, Korea, Jepang dan Rusia yang di Negara-negara tersebut proses domestikasinya telah berlangsung berabad-abad. Kedelai tercatat di pustaka Jepang sekitan tahun 712 Masehi. Tanaman ini dimasukkan ke Korea antara tahun 30 SM dan tahun 70 SM. Pada tahun 1765, Samuel Bawer memasukkan kedelai ke Amerika Serikat dari Cina. Dari Cina, Jepang dan Korea lalu diintroduksikan lagi ke sebagian besar Negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara melalui jalur sutera (Somaatmadja dkk, 1985).
Ketergantungan terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya kita mampu mencukupinya sendiri. Ini karena produktivitas rendah dan semakin meningkatnya kebutuhan kedelai. PT. Natural Nusantara berusaha membantu dalam peningkatan produksi secara kuantitas , kualitas dan kelestarian lingkungan sehingga kita bisa bersaing di era pasar bebas (http://wwwteknis-budidaya.com, 2007)
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha
tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam (Prosiding Seminar, 1992).
Dewasa ini terdapat ± 13,0 juta ha lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kedelai, baik lahan sawah maupun lahan kering (Abdurachman et al. 1997). Di Sumatera, dari 3,92 juta ha lahan yang berpotensi dikembangkan untuk usahatani kedelai, 17 juta ha di antaranya adalah lahan kering yang didominasi oleh tanah Ultisol (Subandi, 2007).
Salinitas dalam pandangan pertanian berarti akumulasi dari garam mineral yang berlebih di atas level optimal. Tanah yang mempunyai salinitas tinggi sering mengandung sejumlah garam seperti Na2SO4, Mg SO4, Ca SO4, MgCl2, KCl, and Na2CO3. Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (http://www.fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm., 2010).

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Steenis (1978) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Leguminales
Family : Leguminoceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merrill
Akar kedelai mulai muncul dari belahan biji yang muncul di sekitar mesofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari 2 keping hipokotil, sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan akar serabut yang tumbuh dari akar tunggang kedelai sering laki membentuk akar adventif yang terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air yang tinggi (Effendi dan Utomo, 1993).

Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak dan daun berdaun lebat. Tinggi tanaman berkisar antara 30-100 cm. Batangnya beruas-ruas dengan 3-6 cabang (Fachruddin, 2000).
Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga tiga anak daun. Helaian daun berbentuk oval dengan ujung berbentuk lancip. Apabila sudah tua akan menguning dan berguguran mulai dari bawah. Terdapat empat tipe daun yang berbeda yaitu kotiledon dan daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga dan profila. Daun primer sederhana berbentuk oval berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm terletak bersebrangan pada buku pertama diatas kotiledon. Daun-daun berikiutnya yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang adalah daun bertiga (trifoliate), namun ada kalanya terbentuk daun berempat atau daiun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga lancip. Bentuk anak daun dapat dibagi dalam dua kelas yaitu lebar dan sempit (Sumarno dan Harnoto, 1983).
Bunga kedelai besarnya 3-7 mm yang merupakan cirri khusus papilionoidae. Kelopak berbentuk tabung bergerigi. Benang sari berjumlah 10, diantaranya menyatu di bagian pangkal membentuk tabung mengelilingi putik sisanya tinggal dan terpisah. Bunga kedelai dapat berwarna putih atau ungu. Kedelai mulai berbunga antara umur 30-50 hari, tergantung varietas dan iklim. Bunga ini termasuk bunga sempourna, karena memiliki alat perhiasan bunga dan alat reproduksi secara lengkap. Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu. Bunga ini umumnya menyerbuk sendiri, karena penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar. Setelah penyerbukan selesai, bunga berkembang menjadi buah (Hidayat, 1985).

Buah kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berukuran antara 6-30 gram/100 biji. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu biji kecil (6-10 gram/100 biji), sedang (11-12 gram/100 biji) dan besar (13 gram atau lebih/100 biji). Warna biji bervariasi, antara lain kuning, hijau, cokelat dan hitam (Suprapto, 1998).

Syarat Tumbuh

Iklim
Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah khatulistiwa sampai letak lintang 550 LU dan 550 LS pada ketinggian 0-2000 m dpl. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai disbanding iklim sangat lembab. Curah hujan optimum antara 100-200 mmbulan. Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam dilahan denan ketinggian 300-400 m dpl (Irwan, 2006).
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perkembangan optimal terjadi pada suhu 300C. bobot tanaman kering bagian tanaman vegetatif akan meningkat dengan meningkatnya suhu 28,80C. Akan tetapi tingginya tanaman dan banyaknya ruas akan menurun. Suhu yang lebih rendah dari 23,90 C umumnya memperlambat pembungaan kedelai dan setiap penurunan sebesar 0,550 C memperlambat pembungaan 2-3 hari (Justika, 1985).
Tanaman kedelai sangat cocok ditanam di lahan terbuka, yang terdapat di daerah berhawa panas. Di Indonesia, tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian dataran rendah sampai ketinggian 1.200 mdpl. Suhu optimal
untuk pertumbuhan kedelai adalah antara 25-30 0C. Curah hujan berkisar antara 150-200 mm/bulan, dengan lama penyinaran matahari 12 jam/hari, dan kelembaban rata-rata (RH) 65% (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi yang baik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah 6,0-6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis. Sementara pada pH 5,0 kedelai mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn. Untuk menaikkan pH, dilakukan pengapuran misalnya dengan kalsit (CaCO3), dolomite (CaMg (CO3)2), atau kapur bakar (Sumarno dan Harnoto,1983,).
Toleransi keasaman tanah (pH) tanah bagi kedelai adalah 5,8-7,0. Namun, pada pH 4,5 kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik. Pada tanah podsolik merah kuning dan tanah yang banyak mengandung pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali jika tanah diberi tambahan pupuk organik dalam jumlah cukup (Adisarwanto dan Wudianto, 1999).

Salinitas

Tsunami yang terjadi di Samudra Hindia pada tanggal 26 Desember 2004 mengakibatkan lahan-lahan berelevasi rendah di sepanjang pantai timur dan barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tergenang air laut. Tanaman pertanian yang tumbuh di lahan yang menjadi salin akibat genangan air laut
tersebut, mempunyai resiko kegagalan yang tinggi, kecuali kalau lahan tersebut dikelola dengan baik sehingga pengaruh buruk dari meningkatnya kadar garam (salinitas) dalam tanah dan air dapat dihindari Saat ini, para peneliti pertanian dari Indonesia dan Australia sedang bekerjasama untuk mengkaji sebaran salinitas tanah akibat tsunami di NAD menggunakan alat induksi elektromanetik (electromagnetic induction; Gambar 1), pengaruh salinitas yang diakibatkan tsunami terhadap pertumbuhan tanaman, dan melaksanakan percobaan rehabilitasi lahan yang bertujuan untuk mengelola pengaruh buruk salinitas terhadap pertumbuhan tanaman (Rachman, 2006).
Salinitas tanah yang tinggi dapat menyebabkan keracunan pada tanaman, keracunan ini disebabkan oleh ion-ion spesifik seperti ion Na, Cl dan SO4 yang banyak terdapat pada tanah-tanah dengan tingkat salinitas yang tinggi. Hal ini dapat mempangaruhi proses fisiologis tanaman seperti, tranpirasi dan sintesis klorofil (Hasibuan, 2008).
Tanaman dalam kondisi alamiah maupun dibudidayakan dengan pertanian seringkali mengalami stres akibat kondisi lingkungan (environmental stresses). Stres biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh terhadap tanaman. Dalam kasus ini stres karena kondisi lingkungan atau abiotic stresses seperti suhu, kelembaban, salinitas, kekeringan, dan banjir. Salinitas dalam pandangan pertanian berarti akumulasi dari garam mineral yang berlebih di atas level optimal. Tanah yang mempunyai salinitas tinggi sering mengandung sejumlah garam seperti Na2SO4, Mg SO4, Ca SO4, MgCl2, KCl, and Na2CO3. Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses
fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (http://www.fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm, 2010).
Salinitas menganggu serapan unsur hara dan hara tanaman sehingga terjadi gangguan keseimbangan hara didalam tanaman. Salinitas menurunkan serapan unsur P pada tanaman padi meskipun tidak terjadi kekahatan (Hasibuan, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar