Cari Blog Ini

Selasa, 08 Maret 2011

AGROEKOSISTEM

Manusia telah mengubah ekosistem alam secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Mereka membersihkan hutan dan lahan rumput untuk mengusahakan tanaman bahan makanan dan bahan makanan ternak untuk dirinya dan ternaknya melalui berbagai pengalaman. Mereka mengembangkan pertanian dengan membersihkan tanah, membajaknya, menanam tanaman musiman dan memberikan unsur-unsur yang diperlukan, seperti pupuk dan air. Setelah menghasilkan kemudian dipanen. Sejak menebar benih sampai panen tanaman pertanian sangat tergantung alam, gangguan iklim, hama dan penyakit.
Agroekosistem (ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan, frost, hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada tanah pertanian itu. Secara fungsional agroekosistem dicirikan dengan tingginya lapis transfer enersi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan demikian hemeostasis kecil.
Kesederhanaan dalam struktur dan fungsi agroekosistem dan pemeliharaannya untuk mendapatkan hasil yang maksimum, maka menjadikannya mudah goyah dan peka akan tekanan lingkungan seperti kekeringan, frost, meledaknya hama dan penyakit dan sebagainya.
Peningkatan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat akhir-akhir ini dihasilkan satu tehnologi antara lain : mekanisasi, varietas baru, cara pengendalian pengganggu, pemupukan, irigasi dan perluasan tanah dengan membuka hutan dan padang rumput.
Semua aktivitas pertanian itu menyebabkan implikasi ekologi dalam ekosistem dan mempengaruhi struktur dan fungsi biosfere.
Peningkatan hasil tanaman dimungkinkan melalui cara-cara genetika tanaman dan pengelolaan lingkungan dengan menyertakan peningkatan masukan materi dan enersi dalam agroekosistem. Varietas baru suatu tanaman dikembangkan melalui program persilangan dan saat akan datang dapat diharapkan memperoleh varietas baru melalui rekayasa genetika yang makin baik.
Varietas baru mempunyai syarat-syarat kebutuhan lingkungan dan ini penting untuk diketahui ekologinya sebelum disebarkan ke masyarakat dengan skala luas.
Pengelolaan lingkungan menimbulkan beberapa persoalan pada erosi tanah, pergantian iklim, pola drainase dan pergantian dalam komponen biotik pada ekosistem.
Pada tahun 1977 State of World Environment Report (UNEP), memperingatkan abhwa, tanah yang dapat ditanami terbatas, hanya ± 11% permukaan bumi dapat diusahakan untuk pertanian. Secara total 1.240 juta ha untuk populasi 4.000 juta (rata-rata 0,31 ha/orang). Area ini pada tahun 2.000 akan tereduksi sampai hanya tinggal 940 juta ha dengan populasi penduduk dunia 6.250 juta.
Sehingga perbandingan lahan/orang tinggal 0,15 ha saja. Ini merupakan suatu peringatan dan memerlukan perhatian segera.
Sebab-sebab semakin kecilnya tanah yang dapat ditanami antara lain :
1. Pemotongan vegetasi/penggundulan sehingga tanah terbuka sehingga mudah tererosi air dan angin.
2. Mekanisasi pertanian dan penggunaan pupuk organik yang menggemburkan tanah dan membuatnya peka terhadap erosi.
3. Irigasi tanpa diimbangi dengan drainase yang mengakibatkan terbentuknya lapisan kedap air dan tanah menjadi kekurangan air. Lebih dari 300.000 ha tanah yang dapat ditanami dirugikan karena salinisasi dan kebanjiran setiap tahun.
4. Pengerjaan tanah yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan erosi.
5. Urbanisasi.
Hal yang disebutkan di atas merupakan situasi yang dibuat oleh manusia dan dia sendiri sebenarnya dapat mengendalikannya/mencegahnya melalui pengelolaan agroekosistem berdasarkan prinsip-prinsip ekologi. Studi ekologi ekosistem tanah pertanian disertai dengan pengetahuan autekologi tanaman dan gulma dengan dilengkapi watak pertumbuhannya dan sifat kompetitifnya. Hubungan tanaman-gulma pada tingkat intra dan antar spesies memerlukan informasi, yang berguna untuk praktek agronomi kita.
Hubungan tanah-tanaman merupakan aspek lain yang memerlukan data untuk pengelolaan subsistem tanah dalam maksud memulihkan tingkat kesuburan tanah yang maksimum. Pengetahuan pergantian komponen fisik, kimia dan biologi tanah pertanian di bawah pola tanam yang berbeda sangat penting untuk
pengelolaan ekosistem. Penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida berpengaruh terhadap ekosistem.
N dengan skala luas berpengaruh terhadap lapisan Ozon di Stratosfer. Kebanyakan pestisida/herbisida merubah sifat fisik, kimia dan biologi subsistem tanah.
Beberapa bahan kimia mengalir ke kolam dan sungai dengan demikian mempengaruhi flora dan fauna ekosistem air tawar. Revolusi hijau dalam 1970 membawa pergantian pandangan pertanian kita. Siapnya tanah yang dapat diairi dan air pengairan menjadi tidak cukup dan sekarang hampir terjadi keduanya di daerah yang sama. Kesuburan jangka panjang tanah pertanian yang stabil (mantap) dibahayakan tidak hanya oleh pengetahuan yang sedikit tentang efek tekanan kimia, ekologi dan mekanisasi dalam intensifikasi tetapi juga tekanan populasi langsung antara lain overgrazing, penggundulan, penanaman di daerah dengan kemiringan yang berbahaya, urbanisasi tanah pertanian utama dan pengaruh sampingan langsung dan tidak langsung.
Laporan UNEP (1977) tentang gambaran keadaan lingkungan kurangnya makanan terutama protein sekarang terjadi dengan implikasi yang mencemaskan, dua hal yang kelaparan dan untuk kestabilan politik dunia. Situasi hari ini dengan pola distribusi penduduk seperti itu yaitu perkembangan kota dengan lebih banyak manusia dan kurang memproduksi makanan memaksa mereka impor bahan makanan dari negara terbelakang.

Struktur Agroekosistem
Struktur biotik
Kebanyakan tanaman merupakan tanaman semusim, baik anual maupun bianual. Tanaman dipelihara dengan populasi murni, biarpun beberapa gulma tumbuh bersama-sama tanaman.
Benih gulma, selalu ada di lapangan, tumbuh pada kondisi yang biarpun kadang-kadang kurang menguntungkan. Kebanyakan gulma, disebarkan dalam bentuk biji pada waktu penebaran dan juga melalui air irigasi dan binatang perantara. Tanaman dan gulma merupakan produsen dan konsumennya terutama herbivora, terdiri atas beberapa spesies serangga, burung dan ammalia kecil. Populasi dekomposer (pembusuk) kebanyakan bangsa fungi, bakteri dan nematoda dan sebagainya. Pengetahuan mengenai karakteristik fenologi dan fitososiologi (kepadatan, frekuensi dan pertumbuhan) ekosistem tanaman pada interval 15 hari akan menggambarkan dinamika hubungan tanaman dengan gulma - serangga - burung. Studi mengenai LAI, struktur khlorofil (jumlah khlorofil
terdistribusi pada daun, cabang dan batang) yang menyertai profil biomas dan pola penyimpanan enersi pada produsen primer memberikan informasi mengenai aktivitasnya.
Produsen primer
Untuk mengendalikan gulma terbaik antara lain adalah dengan mengatur daur hidup bersama dengan tanaman. Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa ada indikasi bahwa gulma sangat bervariasi dari lapangan ke lapangan tergantung tipe tanaman dan musim pertumbuhan. Sifat fisik dan kimia tanah, faktor iklim mikro di dekat permukaan tanah, dominasi benih gulma memungkinkan adanya variasi kualitatif dan kuantitatif dalam flora gulma di lapangan pertanian.
Gulma berkompetisi dengan tanaman pokok untuk faktor pertumbuhannya dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil. Biomas merupakan yang baik untuk struktur komunitas. Tidak seperti komunitas alam, biomas tanaman tetap bertambah dari permulaan, stadium pertumbuhan vegetatif sampai panen.
Nilai biomas tanaman yang diperoleh waktu panen memperlihatkan variasi yang lebar di antara tanaman yang berbeda di pertanaman monokultur. Kecuali ubi-ubian, perbandingan yang lebih besar penimbunan bahan kering terjadi di batang. Akar menempati proporsi yang kecil dari keseluruhan biomas (15-20%). Dengan demikian perbandingan akar dan batang kecil (0,1-0,3) di tanaman pertanian.
Perbandingan itu bervariasi antara 0,8 - 3,1 di padang rumput yang didominasi oleh rumput tahunan dan legum memperlihatkan akumulasi biomas bagian dalam tanah lebih besar.
Luas daun tanaman merupakan pengukuran terbaik untuk besarnya fotosyntesis dan pengukuran luas daun yang lebih praktis untuk lapangan pertanian dengan hasil ditunjukkan per unit luas lahan, ialah luas daun per unit luas lahan (LAI). Kominitas tanaman pertanian mempunyai nilai rata-rata antara 6 - 13 (hutan) dan 3 - 15 (rumput-rumputan). Dalam tanaman semusim LAI terus naik dengan bertambahnya umur dan menuju puncak pada pembungaan yang kemudian turun. Komunitas alam tidak seperti itu.
Pada serealia LAI tidak menghitung asimilasi total yang terdapat di batang dan bulir yang memiliki khlorofil memperlihatkan secara nyata efisiensi fotosintetik tanaman. LAI ada korelasi positif dengan produktivitas dalam beberapa contoh produksi maksimum diperoleh bila LAI di sekitar 4.
Perhitungan lebih jauh dalam LAI tidak membawa efek positif pada produksi bersih karena harus mengimbangi kehilangan respirasi. Sudut daun dan posisinya berinteraksi dengan LAI dalam peranan penetrasi cahaya ke dalam
kanopi. Daun yang tegak dengan sudut yang kecil/tajam semacam rumput-rumputan menyebabkan distribusi cahaya yang lebih efisien dalam kanopi daripada yang horizontal.
Pola daun yang spesifik menentukan produksi komunitas tanaman pertanian. Dari beberapa penelitian memperlihatkan bahwa arah barisan (Utara, Selatan, Barat, Timur) dapat memberikan pengaruh pada hasil hubungannya dengan penetrasi cahaya
Khlorofil di tanaman hijau menangkap energi cahaya untuk proses fotosintesis. Kandungan khlorofil ada hubungannya dengan produksi bahan kering, dan digunakan sebagai suatu indeks produksi potensial produksi populasi tanaman/komunitas.
Konsumen
Karena produsen yang homogen maka hanya beberapa binatang yang sesuai saja mengambil bagian dari ekosistem tersebut. Rantai makanan sangat sederhana dengan 2 - 3 tingkatan trofik. Lebih-lebih dengan beberapa aktivitas pengolahan tanah, irigasi, penyiangan dan sebagainya yang mempengaruhi binatang dalam tanah dan kadang-kadang hal ini pengaruhnya sangat tegas sehingga tercipta kondisi baru. Komunitas tanaman hanya dapat dijadikan tempat tinggal binatang kecil yang hanya datang secara temporer.
Pengurai
Karena praktek-praktek pemeliharaan antara lain pemupukan, penggunaan pestisida serta kecilnya kandungan bahan organik maka mempersempit aktivitas dekomposer/pengurai dalam ekosistem pertanian.
Abiotik
Praktek bercocok tanam yang berbeda dapat menyebabkan komposisi fisik dan kimiawi tanah yang berbeda. Pemupukan kimia, irigasi dan pola drainase menyebabkan perbedaan kualitas tanah.
Untuk mengevaluasi struktur abiotik agroekosistem kita dapat mengestimasi jumlah nutrien (N, P, K, dan sebagainya) yang ada dalam biomas dan tanah pada setiap waktu dengan demikian dapat untuk mempertimbangkan pemupukan dan irigasi yang tepat.
Cahaya matahari yang masuk ke kanopi tanaman digunakan dalam proses fotosintesis yang menghasilkan kekuatan dalam produktivitas organik. Penelitian dari beberapa disiplin menghasilkan suatu kesimpulan bahwa sekarang ada 3 mekanisme fotosintesis ialah siklus Kelvin, C4 - asam dekarboksilat dan metabolisme asam grasulacean. Sejumlah tanaman penting (jagung, gula,
shorgum dan sebagainya) mempunyai jalur C4. Produktivitas bersih tanaman C4 lebih tinggi dari tanaman siklus Kelvin. Tanaman selama puncak musim pertumbuhan mengkonversi 6 - 8% total enersi sinar matahari ke bahan organik dalam produksi kotor. Produksi bersih rata-rata ½ produksi kotor itupun hanya 50% yang dapat untuk heterotrop (hewan dan manusia).
Tanah pertanian merupakan ekosistem tersubsidi yang diperlukan untuk membuat kondisi optimum yang diinginkan dengan tujuan efisiensi produsen pada tingkat batas maksimum. Subsidi itu tentu saja sangat diperlukan, lebih-lebih dengan waktu singkat harus menghasilkan, seperti pada kebanyakan tanaman semusim antara 60 - 90 hari saja subsistem produsen mencapai kemasakan dan efisiensi fotosintesis menurun karena umur.
Setelah panen kira-kira 85 - 905 enersi terakumulasi dalam bagian atas tanah yang kemudian masuk ke grazing food chain yang sederhana terutama meliputi manusia dan ternak.
Menurut Singh (1974) pada padi produksi bersih 5 - 60% berbentuk jerami dan biji. Dalam agrosistem daerah sedang (temperate) lebih 50% enersi yang dipanen, digunakan sebagai makanan ternak untuk produksi daging dan susu (protein).
Di daerah tropika sebagian besar populasi manusia hidup dengan tingkat enersi rendah sedang di daerah temperate, tinggi. Enersi yang masuk ke detritus food chain ± 10 - 15% dari produksi bersih.
Jerami dan daun jatuh ke tanah dan akar-akar merupakan sumber masukan enersi kimia ke dalam subsistem tanah. Jumlah ini umumnya tidak mencukupi untuk memelihara kesuburan tanah pada taraf optimum. Enersi yang masuk ke dalam “detritus food chain” belum banyak diketahui sampai saat ini.
Daur nutrisi/bahan
Dalam ekosistem terestrial sumber/mineral dari tanah, secara alami status nutrisi dipelihara oleh adanya proses daun Biogeokimia.
Di dalam agroekosistem sebagian besar nutrisi terikut sebagai hasil panen dan tidak kembali lagi secara alami sehingga diperlukan pemupukan. Karena itu daur yang biasa terjadi terputus/asiklik.
Faktor-faktor
Semua yang berpengaruh terhadap struktur dan fungsi ekosistem berpengaruh pula di sini. Kecuali itu ada faktor lain yang berpengaruh antara lain :
1. Kompetisi (intra/antar spesifik)

2. Pengelolaannya antara lain :
- pembajakan
- pergiliran tanaman
- rotasi pengelolaan
- pembakaran
- pemupukan
- irigasi
- penendalian hama/penyakit
- varietas baru
Dari sekian banyak pengelolaan itu sebagian besar telah dibicarakan pada disiplin ilmu lain seperti ilmu bercocok tanam, pengendalian pengganggu dan lain-lain. Untuk tidak mengalami duplikasi maka di sini hanya akan dibicarakan mengenai pengendalian hama/penyakit dipandang dari segi ekologi
Pengendalian pengganggu
Apa yang dibicarakan di sini lebih bersifat konsep, sedangkan teori-teori yang lebih mendalam juga praktek-praktek pengendaliannya sudah dibicarakan didisiplin ilmu hama, ilmu penyakit dan ilmu gulma.
Di dunia binatang dan tumbuhan dikenal adanya strategi hidup, yaitu strategi r (pada suatu ekstrem) dan strategi K (pada ekstrem yang lain).
r - diambil dari rumus pertumbuhan populasi
K - diambil dari asimtot atas kurve sigmoid
Ciri-ciri masing-masing adalah sebagai berikut :
- Strategi r : Jenis-jenis kehidupan yang hidupnya opportunis, jadi bersifat :
- Menempati habitatnya hanya secara tradisional
- Mobilitasnya tinggi
- Ukuran tubuhnya kecil, sehingga perlu enersi yang besar. Karena hal-hal di atas,
maka tidak mempunyai mekanisme pertahanan dan kompetisi. Dengan demikian dapatlah dinyatakan hide dan seek.

- Memanfaatkan habitat secara cepat
- Adanya reproduksinya besar. Sebagai contoh : lalat, nyamuk.
- Strategi K : yaitu jenis-jenis kehidupan yang menjaga habitat sedemikian rupa agar
tidak rusak,oleh karena itu populasinya selalu di bawah daya dukung habitatnya.
Dengan demikian :
- Menyesuaikan diri dengan habitat
- Mempunyai mekanisme adaptasi, kompetisi dan pertahanan
Sehubungan dengan strategi hidup kehidupan di atas maka makhluk pengganggu tidak terlepas dari sifat itu. Seorang pemilik perkebunan kopi dan coklat di Afrika yaitu CONWAY (1977) berdasarkan pengalamannya menemukan bahwa setiap cara pengendalian hanya cocok untuk pengganggu dengan strategi hidup tertentu saja.
Oleh karena itulah metode pengendalian dengan penggunaan pestisida sangat disukai tetapi justru inilah yang sangat dirasakan kemudian merusak keseimbangan lingkungan dengan menimbulkan beberapa akibat menurunkannya kualitas lingkungan dalam jangka panjang. Berdasarkan pemikiran dan kenyataan di atas maka kemudian dikembang-kan konsep pengendalian dengan menggunakan semua metode yang mungkin dan penggunaan pestisida sebagai alternatif terakhir.
Penggunaan pestisida dapat dihindari karena :
1. Efektifnya pengendalian alami.
2. Hama/penyakit/gulma belum merugikan secara ekonomis.
3. Pestisida tidak efektif.
4. Tanaman dapat mengadakan kompensasi terhadap kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Samlawi, 1997. Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2006. Statistik Indonesia - 2005. BPS Jakarta - Indonesia.

Balla, T.P., 2005. Pertukaran Energi, Materi dan Informasi Antara Sistem Sosial dengan Sistem Lingkungan pada Komunitas Petani Padi (Studi kasus pada petani padi di Lembang Kaero, Kecamatan Sangalla, Kabupaten Tana Toraja). Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Bennett, John, 1996. Human Ecology as Human Behavior: Essay on Enviromental and Development Anthropology. New Brunswick and London, Transaction Published.

Beratha, I Nyoman, 1991. Pembangunan Desa Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara, Jakarta.

Capra, Pritjof. 1999. Titik Balik Peradaban. Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta.

---------------- , 2002. Jaring-Jaring Kehidupan. Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta.

Clapham, W.B, Jr., 1976. An Approach to Quantifying the Exploitability of Human Ecosystems. Human Ecology Volume 4 Nomor 1. Singapore Journal of Tropical Geography, Volume 3, Nomor 1, East-West Centre, Honolulu.

Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, dan Rozy Munir, 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Universitas-Indonesia, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar